Skip to main content

Moving to Sweden (Part 2)

Let's go!

Setelah Residence Permit (RP) kami disetujui, tanpa kami sangka ada sedikit kabar yang membuat kami gamang untuk melanjutkan proses kepindahan kami ke Swedia. Ya, tiba-tiba kami mendapat kabar bahwa beasiswa suami tidak lagi meng-cover adanya Family Allowance (FA). Kami pun berhitung kembali, mengingat besaran FA ini sangat lumayan dalam menunjang biaya hidup di Stockholm yang terbilang mahal. Setelah bertanya sana - sini dan juga mencari referensi di dunia maya, akhirnya kami pun mencoba membuat perkiraan biaya hidup bulanan untuk kami bertiga dan persiapan dana apabila Living Allowance tidak cukup selama tinggal di sini. Setelah memutuskan untuk tetap berangkat, kami pun segera membuat daftar apa saja yang harus dilakukan untuk proses selanjutnya, diantaranya:

1. Menentukan tanggal keberangkatan
Menentukan tanggal keberangkatan menjadi daftar pertama yang kami lakukan. Dengan mengetahui kapan harus berangkat akan mempermudah dalam mencari tiket pesawat dan juga akomodasi. Biasanya, beberapa kampus telah menentukan tanggal penjemputan untuk mahasiswa baru. Hal ini dapat dijadikan patokan sebagai tanggal keberangkatan. Selain mempermudah transportasi dari bandara ke kampus dan/atau tempat tinggal, juga bisa menghemat biaya transportasi karena pihak kampus sudah menyediakan bus dari bandara secara gratis.

2. Membeli tiket pesawat
Mencari tiket pesawat menjadi bagian penting apabila pergi bersama si kecil. Kami mencari tiket pesawat dengan harga terjangkau, tetapi juga harus tetap memperhatikan kenyamanan. Jatuhlah pilihan kami ke Thai Airways, dengan beberapa pertimbangan, yaitu:
  • Jam keberangkatan, kami memilih jam terbang yang tidak terlalu malam dan disesuaikan dengan jadwal tidur anak, pesawat kami terbang pukul 18.50 dari Bandara Soetta. Hal ini dikarenakan kami berangkat waktu hari kerja, sehingga kami dapat bersiap dari rumah setelah makan siang untuk menghindari macet bersamaan jam bubaran kantor,
  • Durasi penerbangan, mengingat kami membawa Khaira yang waktu itu masih berusia 9 bulan, durasi penerbangan menjadi salah satu faktor penentu pemilihan maskapai, kami tidak mau menghabiskan waktu terlalu lama di perjalanan, durasi penerbangan kami tergolong cepat, sekitar 17 jam penerbangan,
  • Jumlah transit, kami memilih penerbangan dengan dua kali transit dan dengan maskapai yang sama untuk memperkecil risiko apabila ada keterlambatan dari penerbangan sebelumnya, kami transit di Thailand kurang lebih selama 3 jam.
Bagi yang membawa bayi, tidak ada salahnya menanyakan ke maskapai terkait ketersediaan baby bassinet dan juga makanan bayi apabila tidak ada informasi terkait hal tersebut di website pembelian tiket. Untuk Thai Airways sendiri sudah disediakan makanan bayi, tetapi saya pribadi tetap membawa makanan sendiri untuk berjaga-jaga. Baby bassinet disediakan untuk bayi sampai usia 6 bulan. Alhamdulillah,  selama di pesawat Khaira tidur dan perjalanan membawa bayi kali ini terbilang sukses.

3. Mencari tempat tinggal
Mencari tempat tinggal adalah hal yang cukup sulit dilakukan di Swedia. Hal ini dikarenakan pencarian housing dilakukan terpusat di situs Stockholm Bostad atau SSSB dengan sistem antrian sesuai dengan jumlah kredit hari yang dipunyai, semakin besar jumlah kredit maka akan semakin besar peluang untuk mendapatkan rumah tersebut. Selain dua situs tadi, akomodasi bisa dicari melalui grup di media sosial seperti Facebook, tetapi harap berhati-hati karena banyak juga yang tidak valid. Beberapa kampus biasanya akan menawarkan housing bagi mahasiswa internasional, saran saya ambil kesempatan tersebut mengingat tidak mudah mencari tempat tinggal di sini. Saat ini, kami menempati housing dari kampus dengan biaya SEK 5,200 setiap bulan.

4. Pack your bags and let's go!
Hal ini terdengar cukup mudah, tetapi percayalah ini sangat susah dilakukan, hahaha 😂. Walaupun kami telah membuat daftar barang apa saja yang harus dibawa, tapi sampai H-1 keberangkatan, belum beres juga isi kopernya, sekalinya beres, ditimbang eh kelebihan muatan, bongkar lagi, haha.  Saran saya, tidak usah banyak membawa barang-barang yang kira-kira bisa ditemukan di sini, seperti baju dan bumbu-bumbu, saya membawa cukup banyak bumbu baik instan maupun bumbu bubuk dari Indonesia, tetapi ternyata banyak saya temukan di sini. Bawalah barang yang sekiranya tidak lazim ditemukan, seperti misalnya magic com. Last but not least, jangan lupa berdo'a supaya perjalanan lancar 😉.




Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana kabarmu hari ini?

Pagi ini, aku duduk ditemani segelas teh panas. Setelah semalaman mengalami migrain dan sampai pagi tadi belum kunjung hilang. Yang akhirnya membuat Khaira harus lebih pagi berangkat ke sekolah dan suamiku yang harus telat berangkat ke kantor. Pagi ini, aku mencoba jujur pada diriku sendiri. Menikmati apa yang aku rasakan saat ini. Menyadari bahwa kasih sayang-Nya dan orang-orang disekitarku begitu besar kepadaku. Dengan cara yang halus mengingatkan aku, betapa bersyukurnya aku saat ini. Dan itu membuatku lebih baik sekarang. Bagaimana kabarmu hari ini?

Moving to Sweden (Part 1)

Kungsträdgården, Stockholm Tak terasa 5 bulan sudah berlalu sejak kepindahan keluarga kami ke Stockholm,  kalo ditanya betah gak? Yaa di (betah) betahin lah ya, hohoho. Tentunya dengan sedikit banyak adaptasi yang di lakukan, salah satunya jadi rajin masak tiap hari, 😁, sesuatu yang amat jarang saya lakukan sewaktu di Jakarta. Alhamdulillah, tempat kami tinggal dekat dengan supermarket yang banyak menyediakan bahan makanan halal.  Kurang lebih setahun yang lalu dari hasil diskusi saya dan suami, suami memutuskan untuk lanjut studi master. Saat itu belum diputuskan akan lanjut ke negara mana, sampai pada akhirnya berdasarkan  hunting  jurusan pilihan jatuh ke Swedia.  Next,  kita coba  hunting  informasi bagaimana kuliah sambil membawa keluarga di Swedia, tetapi tidak banyak informasi yang kami dapat.   Lucky us,  sebelum berangkat kemarin, sekitar bulan April kami menghadiri acara  pre-departure  yang diselenggarakan oleh  Study in Sweden.  Dari situ kami bisa tanya-tanya denga